memuliakan tamu

0 Comments


Di antara adab memuliakan tamu adalah menyambutnya dengan wajah menyenangkan, mempersilakannya duduk, menyuguhkan makan dan minum, dan memenuhi hak tamunya. Sikap ini menjadi penghormatan tertinggi tuan rumah terhadap tamunya.

Jika kita melihat kehidupan dalam masyarakat modern saat ini, maka akan nampak jelas bagi kita bahwa kedudukan tamu diklasifikasikan menjadi dua kelompok; kelompok tamu yang menguntungkan bagi tuan rumah dan kelompok tamu yang tidak disenangi tuan rumah. Perlakuan tuan rumah kepada kedua jenis tamu ini tentulah berbeda; tamu yang dianggap menguntungkan akan disambut dengan ramah sementara tamu yang tidak disenangi akan disambut oleh papan : “Awas Anjing Galak!” Atau jawaban dari pembantu rumah tangga : “Tuan/Nyonya sedang tidak ada di rumah”, dengan harapan agar tamu tersebut tidak akan kembali lagi.

Semua hal ini terjadi karena segala sesuatu telah diukur berdasar nilai materi semata-mata, baik sang tuan rumah maupun sang tamu kebanyakan menjalin hubungan yang bersifat materialistik, sehingga wajar jika fenomena di atas yang terjadi. Islam meletakkan paradigma yang sama sekali berbeda tentang hal ini, karena tata-sosial masyarakat Islam didasarkan atas aqidah dan nilai-nilai ukhrawi, artinya bahwa setiap tamu yang datang adalah sebuah kesempatan emas untuk menjalin silaturrahim dan menambah pahala akhirat, sehingga wajiblah bagi tuan rumah untuk memuliakan tamunya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya memuliakan tamunya.” (Muttafaqun ‘Alaihi, dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)

Dari hadits di atas terdapat beberapa kandungan yang mulia, diantaranya:
1. Memuliakan Tamu merupakan bentuk kewajiban
Memuliakan tamu merupakan sunnah (jalan/tuntunan) Rasulullah Saw. Bahkan, ia merupakan perintah dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
2. Penyempurna Iman
Perkara memuliakan tamu berkaitan dengan kesempurnaan iman seseorang kepada Allah subhanahu wata’ala dan hari akhir yang keduanya merupakan bagian dari rukun iman yang enam yang wajib diyakini oleh setiap pribadi muslim.
A. Adab dalam Memuliakan Tamu
Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamunya. Ketika Allah subhanahu wata’ala hendak mengaruniakan kepadanya seorang anak yang ‘alim yang bernama Ishaq, Allah mengutus para Malaikat untuk menyampaikan kabar gembira ini kepada beliau.


Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Nabi Ibrahim (para Malaikat) yang dimuliakan? (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan salam, Nabi Ibrahim menjawab: salamun, (kalian) adalah orang-orang yang tidak dikenal. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi yang gemuk. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Nabi Ibrahim berkata: Silahkan kalian makan…” (Adz Dzariyat: 24-27)

Dari kisah yang mulia tersebut, kita bisa memetik beberapa pelajaran yang sangat berharga, di antaranya:
1. Bersegera dalam menyambut dan menjamu tamu
Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihi salam, dia bersegera untuk mendatangi keluarganya dan mempersiapkan hidangan untuk menjamu tamunya tersebut.
2. Menjawab salam dengan yang terbaik
Dalam ayat di atas juga terdapat tuntunan dalam menjawab salam, yaitu dengan yang serupa atau yang lebih baik. sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), maka balaslah penghormatan (salam) itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An Nisa’: 86)
3. Menghidangkan kepada tamu dengan hidangan yang paling baik
Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam ketika menghidangkan daging anak sapi yang gemuk kepada para tamunya. Makanan ini merupakan makanan yang sangat lezat dan paling baik pada waktu itu.
4. Meletakkan hidangan tersebut di dekat tamu
Allah subhanahu wata’ala menyatakan فَقَرَّبَه إِلَيْهِمْ (Kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihi salam mendekatkan hidangan itu kepada mereka). Tidaklah Nabi Ibrahim meletakkan hidangan tersebut jauh dari tempat para tamunya, dan tentunya hal ini lebih memudahkan bagi para tamu untuk menikmati hidangan tersebut.

5. Menyambut/mengajak bicara dengan bahasa yang sopan dan baik
Nabi Ibrahim as. mengatakan ketika menghidangkan makanannya أَلاَ تَأْكُلُوْنَ (Silahkan kalian makan) dan tidak mengatakan: كُلُوْا (makanlah). Menggunakan lafadz “Silahkan” atau yang semisalnya itu lebih sopan dan lebih baik pula daripada kalimat yang kedua.
6. Menjaga dan Melindungi Tamunya dari Kemudharatan
Praktek para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam menyambut dan menjamu tamu sangatlah patut dijadikan uswah (suri tauladan) bagi umat Islam.
Tahukah anda siapakah shahabat Anshar? Shahabat Anshar adalah para shahabat yang tinggal di negeri Madinah yang siap membela dakwah nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka pulalah orang-orang yang dijadikan Allah subhanahu wata’ala sebagai uswah dalam menyambut/menjamu tamu. Ketika para Muhajirin (para shahabat yang berhijrah/pindah dari Makkah dan yang lainnya menuju Madinah) telah sampai di kota Madinah, para shahabat Anshar berlomba-lomba untuk menyambut dan menjamu mereka dengan sebaik-baiknya. Bahkan kaum Anshar lebih mengutamakan kebutuhan kaum Muhajirin daripada kebutuhan diri mereka sendiri, walaupun sebenarnya mereka sendiri pun sangat membutuhkannya.
Sehingga kisah ini Allah abadikan di dalam Al Qur’an sebagai tanda kebersihan dan kejujuran iman para shahabat Rasulullah dan sekaligus sebagai uswah (suri tauladan) bagi generasi sesudahnya. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“… Dan mereka lebih mengutamakan kaum Muhajirin atas diri mereka sendiri walaupun mereka sendiri sangat membutuhkannya.” (Al Hasyr: 9)
7. Ketika tamu pulang, tuan rumah hendaknya mengantarkan tamu sampai ke pintu atau
kendaraannya. Tuan rumah tidak dianjurkan menutup pintu sebelum si tamu pergi.

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2263570-memuliakan-tamu-dalam-islam/#ixzz24kt5thnU

0 komentar:

hikmah menjenguk orang sakit

0 Comments


Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja menjenguk orang sakit atau mengunjungi sadaranya karena Allah, maka malaikat berseru, ‘Engkau adalah orang yang baik, langkahmu adalah langkah yang baik, dan engkau telah mendapatkan suatu posisi di surga’ “(HR.Tirmidzi, dari Abu Hurairah r.a).
Menjenguk orang sakit jelas lebih ringan dari bersedekah susu (sebagaimana disebutkan hadits terdahulu, Red.), karena tidak membutuhkan dana atau tenaga yang besar. Kendati ringan, amalan ini dapat mengantarkan pelakunya ke dalam surga sebagaimana di sebutkan pada hadis di atas. Selain balasan surga, Allah swt. juga telah menyediakan balasan pahala yang besar kepada seorang muslim yang menjenguk orang sakit, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Pujian dari Allah dan malaika
t
Dalam riwayat di atas menyebutkan, “Maka malaikat berseru, ‘Engkau adalah orang yang baik, langkahmu adalah langkah yang baik.’“ Sedangkan dalam riwayat lain disebutkan, “Maka Allah Ta’ala berseru, ‘Engkau adalah orang yang baik, dan langkahmu adalah langkah yang baik.’” Tidak ada pertentangan antara kedua riwayat ini, karena Allah Ta’ala melontarkan pujian ini, dan sekaligus memerintah malaikat untuk menyerukan pujian yang sama kepada seornag muslim yang menjenguk orang sakit.

2. Shalawat dari 7.000 malaikat 

Rasul SAW bersabda, “Tidak ada seorang Muslim yang menjenguk saudaranya sesama Muslim di pagi hari, melainkan tujuh puluh ribu Malaikat dan bersalawat untuknya hingga sore hari. Jika ia menjenguknya di sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikat akan bersalawat untuknya hingga pagi hari, dan ia akan mendapat taman buah di surga”(HR.Tirmidzi).
3. Dimasukkan ke dalam surga 
Seperti penggalan hadits di atas, “Maka malaikat akan berseru, ‘Engkau adalah orang yang baik, langkahmu adalah langkah yang baik, dan engkau telah mendapat suatu tempat di surga.”
4. Memiliki taman buah di surga 
Seperti penggalan hadis riwayat Tirmidzi, “Dan ia akan mendapat taman buah di surga.” Nabi saw. bersabda, “Hak seorang muslim atas muslim yang lain ada 5: menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, menyambut undangan, dan mendoakan orang yang bersin” (HR.Bukhari dan Muslim).
Apabila seorang muslim tidak menjenguk saudaranya yang sakit, maka Allah Ta’ala akan menanyakannya pada hari kiamat nanti. Rasulullah saw. bersabda dalam hadits qudsi, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla brfirman pada hari kiamat, ‘Wahai anak Adam, Aku sakit namun kamu tidak mau menjengukKu?’ Sang hamba berkata, ‘Wahai Tuhanku, bagaimana aku menjengukMu sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?’ Ia berfirman, ‘Tidaklah kamu tahu, hambaKu si-fulan sakit, namun kamu tidak menjenguknya, niscaya kamu akan mendapatiKu di sisinya?’”
Allah berfirman (dalam hadits qudsi), “Wahai anak Adam, Aku meminta makan kepadamu namun kamu tidak mau memberiKu makanan.” Sang hamba berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana memberiMu makanan sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Dia berfirman, “Tidakkah kamu tahu bahwa hambaKu si-fulan telah meminta makanan kepadamu, namun kamu tidak memberinya makanan? Tidakkah kamu tahu, jika kamu memberinya makanan, niscaya kamu akan mendapati makanan itu di sisi Ku?”
Dia berfirman lagi, “Wahai Anak Adam, Aku telah meminta minuman kepadamu, namun kamu tidak mau memberi Ku minuman.” Sang hamba berkata, “Wahai Tuhanku, bagaiman aaku memberiMu makanan sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Dia berfirman, “Tidakkah kamu tahu bahwa hamba Ku si-fulan meminta kepadamu, namun engkau tidak mau memberinya? Tidakkah kamu tahu, jika kamu memberinya, niscaya kamu akan mendapati minuman itu di sisi Ku?” (HR. Muslim).
Adab-adab menjenguk:
- Mengucapkan perkataan yang baik
Agar mendapatkan pahala yang seutuhnya, setiap muslim hendaknya menerapkan adab-adab Islam ketika menjenguk orang sakit. Ia senantiasa mengharapkan kebaikan dan berbicara yang baik-baik, karena malaikat akan senantiasa mengaminkan pekataan yang keluar dari lisan orang-orang yang menjenguk orang sakit.

Rasulullah saw. bersabda, “Apabila kamu mengunjungi orang sakit atau meninggal dunia, maka katakanlah yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengaminkan apa yang kamu katakan” (HR. Muslim).
- Memotivasi dan menghiburnya
Hendaknya muslim memberi motivasi kepada orang yang sakit agar tetap bersabar dan ridha dengan qadha dan qadhar Allah, serta tetap mengharapkan kesembuhan kepada Allah Ta’ala. Ibnu Abbas r.a berkata, “Apabila memasuki (kamar) orang yang dijenguknya, Nabi saw. bersabda, ‘Tidak apa-apa, sakitmu ini akan menyucikanmu dari dosa-dosa atas kehendak Allah” (HR. Bukhari).
- Mendoakan kesembuhan 
Seorang muslim hendaknya mendoakan kesembuhan bagi orang yang sakit. Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwa Rasulullah saw. menjenguk sebagian anggota keluarganya lalu mengusapnya dengan tangan kanan seraya berdoa
Allahumma robban naasi adz hibil ba’sa isy fi, antasy syaafi, laa syifaa’a illa syifaa’uka syifaa’an laa yughodiruu aqma ‘Ya Allah Tuhan (yang memelihara) manusia, hilangkanlah penyakitnya dan sembuhkanlah dirinya. Sesungguhnya Engkau Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit” (HR. Bukhari).
Seorang muslim hendaknya mengajarkan kepada orang yang sakit tentang tata cara berdoa dan me-ruqyah diri sendiri. Abu Abdillah Ustman bin Abil Ash ra pernah mengeluhkan kepada Rasulullah saw suatu penyakit yang dirasakan di sebagian tubuhnya, lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Letakkan tanganmu pada tubuh yang terasa sakit dan ucapkanlah bismillah 3 kali, dan ucapkanlah 7 kali A’uu dzu bi izzatillahi wa qudrotihii min syarrii maa wa uha dzir 
‘Aku berlindung diri dengan kemuliaan Allah dan kekuasaanNya dari keburukan penyakit yang aku rasakan dan yang aku takutkan’”(HR. Muslim).
- Mendakwahi & memberi nasihat
Seorang muslim hendaknya menasihati dan mendakwahi saudara yang sakit menuju kebaikan, dengan cara lemah lembut dan bijaksana. Anas ra berkata, “Seorang pemuda Yahudi yang menjadi pelayan Nabi saw. lalu beliau menjenguknya, lalu duduk di dekatnya seraya bersabda, ‘Masuklah ke Islam.’ Pemuda itu melihat ayahnya yang sedang berada di dekatnya, lalu bapaknya berkata, ‘Turutilah Abul Qasim (Rasulullah saw.).’ Ia pun masuk Islam, lalu Nabi saw. keluar seraya bersabda, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka’”(HR. Bukhari).
- Tidak memaksa makan atau minum
Seorang tidak boleh muslim memaksa orang yang sakit untuk makan dan minum jika ia masih belum berselera untuk makan atau minum demi kesembuhan. Rasul saw. bersabda, “Janganlah kamu memaksa orang-orang yang sakit di antara kamu untuk memakan makanan dan minuman”(HR. Tirmidzi).
- menanyakan keadaan pasien 
Seorang muslim hendaknya menanyakan keadaan orang yang sakit kepada keluarganya. Diriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a sepulang dari sisi mengunjungi Rasulullah SAW yang sakit beberapa hari sebelum wafat Rasulullah saw. Maka, orang-orang pun bertanya, “Wahai Abu Hasan (julukan Ali, Red.), bagaimana keadaan Rasulullah saw. pagi ini?” Ali menjawab, “Alhamdulillah, pagi ini beliau dalam keadaan sehat”(HR. Bukhari).
Tuntunan bagi yang sedang sakit 
- Boleh menyuguhkan hidangan sekadarnya
Di sisi lain, bagi orang yang sakit hendaknya melakukan beberapa adab. Ia menyuguhkan makanan dan minuman kepada orang-orang yang menjenguknya sesuai dengan kemampuan. Diriwayatkan bahwa sekelompok orang menjenguk Anas ra lalu ia berkata, “Wahai pelayan, suguhkan untuk teman-teman kami meski hanya sekadar buah kurma yang masih mentah, karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Kemuliaan akhlak termasuk amalan surga’”(HR. Thabrani).

- Memperbanyak zikir & doa
Hendaknya orang yang sakit memperbanyak zikir. Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah r.a menyaksikan Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang mengucapkanLa ilaha illallah wallahu akbar, Tuhannya akan membenarkan seraya berfirman, ‘Tidak ada Tuhan kecuali Aku dan Aku Mahabesar.” Apabila ia mengucapkan La ilaha illallah wahdahu la syarika lahu. Allah berfirman, “Tiada tuhan kecuali Aku semata dan tidak ada sekutu bagiKu.’ Apabila ia mengucapkan La ilaha illallah lahul mulku walahul hamdu. Allah berfirman, ‘Tidak ada Tuhan kecuali Aku, bagi Ku kerajaan, dan bagi Ku segala puji.’ Apabila ia mengucapkan La ilaha illallah wala hawla wala quwwata illa billahi. Allah berfirman, ‘Tidak ada Tuhan kecuali Aku, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin-Ku.’ Nabi saw. bersabda, “Siapa saja mengucapkannya pada saat sakit lalu meninggal dunia, maka ia akan meninggal dunia tanpa tersentuh api neraka” (HR. Tirmidzi dengan sanad hasan).
Selain zikir, ia hendaknya memanjatkan doa kesembuhan dan meruqyah diri sendiri. Aisyah ra menuturkan bahwa Rasulullah saw. meruqyah diri sendiri dengan membaca adzhibil ba’sa robban naasi bi yadikasy syifaa’u laa kasyifa lahu illa anta 
‘Hilangkan penyakit, wahai Tuhan (yang memelihara) manusia. Di tangan-Mu terdapat kesembuhan, dan tidak ada yang sanggup menghilangkan penyakit kecuali Engkau” (HR. Muslim).
- Boleh mengungkapkan rasa sakit 
Ketika merasakan sakit, si sakit boleh mengadu selama tidak disertai dengan kebencian terhadap ketetapan Allah Ta’ala. Aisyah ra saat sakit pernah berkata, “Aduh kepalaku.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Tetapi ucapkanlah, “Aku dan aduh kepalaku”(HR. Bukhari).
- Terus memohon ampunan Allah swt
Dan ketika merasakan bahwa kondisinya semakin parah dan jauh dari kesembuhan, hendaklah ia memanjatkan doa seperti yang dipanjatkan Rasulullah saw. Aisyah ra menceritakan bahwa Nabi saw. menyandarkan diri kepadanya seraya berdoa
Allohummag firli, war hamni, wa al hiqni bir rofiiqil a’la 
‘Ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, dan pertemukanlah aku dengan (Allah) yang Mahatinggi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Aisyah ra juga menuturkan bahwa ia menyaksikan Rasulullah saw. di saat sakit menjelang wafatnya, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana yang berisi air, kemudian mengusap wajahnya dengan air seraya berdoa
Allohumma a’inni ‘ala gomaarotil mauti wa sakarotil maut ‘Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi berbagai kesulitan menjelang kematian dan sakaratul maut”(HR.Tirmidzi).                                                                                                                                     (diolah dari Amalan-amalan Ringan Pembuka Pintu Surga, Fakhruddin Nursyam, Penerbit Uswah [Kelompok Pro-U Media], 2007, Jogja).{}

0 komentar:

6 HAK SEORANG MUSLIM DARI MUSLIM LAINNYA


Islam datang untuk mempersatukan hati dengan hati, menyusun barisan dengan tujuan menegakkan bangunan yang tunggal dan menghindari factor-faktor yang dapat menimbulkan perpecahan, kelemahan, sebab-sebab kegagalan dan kekalahan. Sehingga mereka yang bersatu itu memiliki kemampuan untuk merealisasi tujuan luhur dan niat sucinya*
1. Apabila engkau menjumpainya engkau berikan salam kepadanya.
2. Apabila iamengundangmu engkau memperkenankan undangannya.
3. Apabila ia meminta nasehat, engkau menasehatinya.
4. Apabila ia bersin dan memuji Allah, hendaklah engkau mentasymitkannya (berdoa untuknya).
5. Apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya.
6. Apabila ia mati hendaklah engkau antarkan jenazahnya. (HR.Muslim dan Tirmizi).

Mengucapkan Salam
Islam datang untuk mempersatukan hati dengan hati, menyusun barisan dengan tujuan menegakkan bangunan yang tunggal dan menghindari factor-faktor yang dapat menimbulkan perpecahan, kelemahan, sebab-sebab kegagalan dan kekalahan. Sehingga mereka yang bersatu itu memiliki kemampuan untuk merealisasi tujuan luhur dan niat sucinya . Oleh karena itu awal pertemuan dengan sesama muslim agar hati mereka terikat satu dengan yang lainnya hingga timbulnya rasa saling menyinta dimulai dengan mengucapkan dan menyebarkan salam : Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Sabda Rasulullah SAW:
“Demi Dzat yang diriku dalam genggamanNya, mereka tidak masuk surga sehingga mereka beriman, dan mereka tidak beriman sehingga mereka saling menyinta. Maukah kamu aku tunjukkan sesuatu yang jika kamu mengerjakannya kamu saling menyinta? Sebarkan salam di kalangan kamu.”
Salam yang merupakan alat penghormatan kaum muslimin lebih menegaskan bahwa agama mereka adalah agama damai dan aman, serta mereka adalah penganut salam (perdamaian) dan pencinta damai. Dalam hadis Rasulullah saw bersabda :
?Sesungguhnya Allah menjadikan salam sebagai penghormatan bagi umat kami dan jaminan keamanan untuk kaum zimmah kami.?
Dan seseorang tidak layak memulai pembicaraan kepada sesamanya sebelum ia memulainya dengan ucapan salam, karena salam adalah ungkapan rasa aman dan tidak ada pembicaraan sebelum adanya rasa aman.
Rasulullah saw bersabda : ?Ucapkan salam sebelum memulai berbicara.?
Memenuhi Undangan
Seorang muslim yang mengundang saudaranya, maka ia berhak didatangi, oleh karena itu kewajiban yang diundang adalah mendatangi undangan tersebut sebagai mana sabda Rasulullah saw : “Penuhilah undangan ini jika kamu diundang.”
Undangan yang diberikan dari sesama muslim menunjukkan penghormatan dan perhatian yang besar kepada saudaranya yang diundang tersebut sehingga bagi yang tidak memenuhi undangan tentu saja menyebabkan kekecewaan. Mengabaikan undangan disamakan dengan pembangkangan kepada Allah dan Rasul, begitu juga sebaliknya saat seseorang yang datang tanpa diundang diumpamakan seperti pencuri, karena kedatangannya tidak diinginkan oleh yang mengundang seperti yang diriwayatkan oleh Abu Dawud : “Barangsiapa diundang kemudian dia tidak memenuhi undangan tersebut, maka ia telah membangkang pada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa masuk tanpa diundang, maka ia masuk sebagai pencuri.”
Memberi Nasehat
Memberi nasehat kepada sudara muslim yang memintanya hendaklah dipenuhi. Karena nasehat ini dapat mendorong saudaranya kearah kebaikan. Nasehat yang tulus akan berbekas dan berpengaruh sehingga dapat masuk kedalam relung hati yang terbuka untuk menerimanya. Bagi yang menasehati saudaranya, hendaknya ia mengerjakan apa yang diucapkan, mengamalkan apa yang dinasehatkan, sebab nasehat yang tidak diamalkan dan tidak dijiwai tidak akan berbekas pada jiwa yang dinasehati. Dan sesungguhnya agama ini adalah nasehat sebagaimana sabda Rasulullah saw : ?Agama itu nasehat? Kami bertanya kepada beliau, ?Nasehat kepada siapa ?? Beliau menjawab : ?Terhadap Allah, Quran, RasulNya, pemimpin-pemimpin dan seluruh kaum Muslimin?.
Mendoakannya ketika bersin
Mendoakan saudara yang bersin merupakan wujud perhatian dan kasih sayang terhadap saudaranya, sebab tatkala saudaranya itu bersin dan mengucapkan pujian kepada penciptanya : ?Alhamdulillah?, serta merta ia yang mendengarkannya menanggapi dengan mengucapkan ?Yarhamukallah? (Semoga Allah memberimu Rahmat), ia merupakan ucapan simpati dan doa atas kondisi saudaranya yang senantiasa memuji Allah dalam setiap keadaan khususnya saat ia bersin. Maka mendoakan dengan Rahmat layak diberikan pada saudaranya yang telah memuji Allah tersebut. Saat mendapatkan doa Rahmat, maka saudaranya itu hendaknya juga membalas doa bagi yang telah mendoakannya dengan mengucapkan : Yahdini wayahdikumullah wa yuslih balakum? (Semoga Allah memberiku dan engkau petunjuk dan semoga Allah memperbaiki keadaanmu).
Doa tersebut cerminan telah terjalinnya ikatan hati antara sesama muslim yang senantiasa menghendaki kebaikan bagi saudaranya.
Menjenguknya ketika sakit
Merupakan kewajiban umat Islam untuk mengunjungi saudaranya yang sakit. Hal ini dapat meringankan beban derita sisakit yang merana sendirian dan merasa terasing. Kedatangannya hendaknya dapat meringankan beban sisakit dan dapat menghiburnya.
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda :
?Sesungguhnya Allah berfirman pada hari kiamat : ?Wahai bani Adam, Aku sakit dan kamu tidak menjengukKu. ?Ia berkata : ?Wahai Rabbku, bagaimana bisa aku menjengukMu sedang Engkau adalah Tuhan sekalian Alam ?? Allah menjawab ?Tidakkah kamu mengetahui bahwa seorang hambaKu fulan sakit dan kamu tidak menjenguknya ? Tidakkah kamu mengetahui bahwa andaikata kamu menjenguknya, kamu mendapatiKu di sisinya ? (HR.Muslim).
Rasulullah saw memberikan motivasi kepada umatnya agar menjenguk orang sakit dengan menempatkannya di antara buah-buahan surga, sabda Rasulullah saw :
Sesungguhnya seorang muslim apabila menjenguk saudaranya sesama muslim, maka ia tetap berada di antara buah-buahan surga yang siap dipetik, sampai akhirnya ia kembali (HR.Muslim).
Sangat indah sekali ajaran Islam, setiap kebaikan yang dilakukan untuk orang lain tidak luput balasannya di sisi Allah swt.
Mengiringi jenazahnya
Persaudaraan sejati tidak sebatas pada alam dunia saja, saat ajal menjemput, saudaranya ikut berta?ziyah dan mengiringi jenazahnya dan menyaksikan jasad saudaranya dimasukkan kedalam liang lahat, iringan terakhir di dunia dan kelak akan berjumpa di surganya Insya Allah.
Allah swt bahkan akan memberikan pakaian kehormatan bagi mu?min yang berta?ziyah kepada saudaranya sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Amrbin Haram : Tiadalah di antara mu?min berta?ziyah kepada saudaranya yang mendapat musibah, kecuali Allah mengenakan pakaian kehormatan pada hari kiamat.

0 komentar:

sudahkah anda menggunakan waktu luang dengan baik??

0 Comments

Assalamu'alaikum wr wb...
salam ukhuwah aku tebarkan kepadamu wahai umat muslim di seluruh dunia saudaraku.
betapa Allah swt sangat menyayangi kita sebagai umatNya, sebagaimana kasih dan sayangNya hanya untuk kita. beruntunglah kawan jika kita selama ini diberikan waktu 24 jam. waktu satu hari penuh yang harus kita gunakan dengan sebaik mungkin, sebagai rasa syukur kita kepada Allah.

waktu luang adalah nikmat yang besar dari Allah selain kesehatan. namun diantara keduanya sangat berkaitan. tanpa kesehatan, waktu luang tidak akan berarti. tanpa waktu luang, dengan sehatpun kita tidak dapat memperjuangkan tujuan maupun  cita-cita kita.


waktu luang bagi saya sangat lah berharga. dimana apa yang saya usahakan dan lakukan pada waktu luang saat ini adalah buah yang akan saya petik nanti dikemudian hari. oleh karena itu gunakanlah waktu itu sabaik - baiknya. jika seorang bussinesman mengatakan bahwa "time is money", sedangkan kita mengatakan bahwa "waktu adalah pahala". dimana kita selalu berharap waktu yang kita gunakan setiap waktu untuk bernapas benar - benar berkah, dan tidak meninggalkan rasa penyesalan dikemudian hari. salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk memanfaatkan waktu kita dengan baik adalah dengan membantu orang lain. gunakanlah waktu luang untuk membantu orang lain. karena ketika waktu luang itu dapat menolong orang lain, maka waktu tersebut menjadi berarti, tidak hanya bagi kita maupun orang lain.


namun jangan sekali - kali itu dibuat sebagai pengorbanan yang berat. karena pengorbanan peling ringan seorang muslim adalh meluangkan waktu untuk kemashalatan umum. memang awalnya sulit. tapi jangan dijadikan sebagai bentuk pengorbanan, anggaplah sebagai pengkurbanan. karena dengan pengkurbanan kita tidak hanya merasa kehilangan waktu, tetapi menjadi berkah pahala.



Oleh karena itu, JADIKAN SETIAP WAKTU LUANG YANG KITA BERIKAN UNTUK UMAT SEBAGAI PENGKURBANAN. KARENA DENGAN PENGKURBANAN KITA AKAN MENDAPATKAN PENGGANTI WAKTU LUANG TERSEBUT, YANG LEBIH BAIK LAGI TENTUNYA.

0 komentar:

Gara-Gara Begadang Nonton Piala Dunia

0 Comments


Sudah dimaklumi bersama bahkan sudah jadi berita di seantero dunia, selama sebulan penuh di benua hitam Afrika diadakan event akbar empat tahunan yaitu Piala Dunia. Dari kota, pedesaan bahkan sampai di pelosok negeri, kalangan muda bahkan sampai yang sudah “sepuh” sekali pun tidak ingin menghilangkan event yang jarang-jarang ini. Acara nonton bareng pun diadakan sambil minum kopi, juga bersorak-sorak mendukung tim kesayangan. Namun acara nonton piala dunia ini kadang melalaikan dari yang wajib-wajib, bahkan inilah yang sering terjadi. Tulisan ini nantinya akan membuktikan sebagian di antaranya. Kelalaian dari yang wajib ini terjadi karena piala dunia biasa ditayangkan di atas jam 9 malam, maka sudah barang tentu banyak penonton yang begadang. Dari sinilah banyak yang akhirnya lalai dari kewajiban shalat dan lainnya.
Kewajiban Shalat Dilalaikan
Tidak jarang kita melihat saudara kita yang begadang hingga tengah malam bahkan hingga jelang waktu shubuh karena menonton bergulirnya bola selama 2×45 menit. Setelah nonton, ia bukanlah memperhatikan kewajiban shalat. Namun karena rasa kantuk yang begitu berat, shalat shubuh yang merupakan kewajiban setiap harinya dilalaikan begitu saja karena badannya butuh istirahat selepas begadang. Shalat pun ditinggalkan tanpa rasa bersalah, tanpa ada rasa berdosa. Jika seseorang tahu bahaya meninggalkan shalat, maka tentu ia tidak akan meninggalkannya. Ia tidak akan meninggalkannya meskipun satu shalat saja.
Perlu kita ketahui bahwa meninggalkan satu shalat saja itu tergolong melakukan dosa besar. Bahkan dosa besarnyabukan seperti dosa besar lainnya karena yang ditinggalkan adalah rukun islam, yang merupakan penegak bangunan islam. Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam golongkan dosa orang yang meninggalkan shalat –secara total- sebagai dosa kekafiran.
Coba kita perhatikan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari sahabat Jabir bin ‘Abdillahradhiyallahu ‘anhu, “(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257). Ini berarti orang yang meninggalkan shalat secara total telah melakukan dosa kesyirikan dan kekufuran. Sahabat yang mulia, ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Tidak ada keislaman bagi orang yang meninggalkan shalat.”[1] Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa dosa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja termasuk kekafiran sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq, “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan seseorang kafir kecuali shalat.”[2]
Adapun jika seseorang meninggalkan satu shalat atau shalatnya bolong-bolong (kadang shalat, kadang tidak), maka ia terjerumus dalam dosa besar yang lebih besar dari dosa besar lainnya sebagaimana dalam penjelasan yang telah lewat. Inilah yang jadi konsensus (ijma’) para ulama. Sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, “Para ulama tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.”[3]
Bagi orang-orang yang sering melalaikan shalat, kadang shalat dan kadang tidak, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullah pun telah memberikan nasehat berharga yang patut direnungkan yaitu, “Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri, tidaklah selalu menjaga shalat yang lima waktu. Mereka tidak meninggalkan shalat secara total, namun mereka terkadang shalat dan terkadang meninggalkannya. Orang-orang semacam ini berarti ada pada diri mereka keimanan dan kemunafikan sekaligus. Orang semacam itu tetap diperlakukan sebagai muslim secara lahiriyah seperti mereka masih tetap mendapat warisan. Hukum warisan bisa berlaku bagi orang munafik tulen, maka tentu saja lebih pantas berlaku bagi orang yang kadang shalat dan kadang tidak.”[4]
Orang yang begadang (seperti karena nonton bola) sehingga lalai shalat shubuh sehingga bangun pagi kesiangan, bukanlah orang yang mendapat udzur. Berbeda halnya dengan orang yang sudah terbiasa shalat shubuh, lalu suatu saat ia ketiduran karena kecapekan atau alasan lainnya, maka inilah yang benar mendapat udzur. Ia tetap diperintahkan untuk shalat ketika ia ingat atau ketika ia bangun dari tidurnya. Meskipun ketika matahari sedang terbit atau matahari sudah meninggi, maka ia kerjakan shalat saat itu juga. Dalam sebuah hadits dari Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang ketiduran, itu bukanlah berarti ia lalai dari shalat. Yang disebut lalai adalah jika seseorang tidak mengerjakan shalat hingga datang waktu shalat berikutnya. Jika ketiduran, hendaklah seseorang shalat ketika ia terbangun. Jika tiba esok hari, hendaklah ia shalat tepat pada waktunya (jangan sampai telat lagi).” (HR. Muslim no. 681). Hadits ini jelas menunjukkan bahwa yang dimaksudkan seseorang boleh mengerjakan shalat ketika ia bangun tidur karena ketiduran, itu disebabkan suatu udzur. Berbeda halnya jika sudah jadi kebiasaan lembur atau begadang setiap harinya (disebabkan nonton bola atau lainnya), maka ini tentu saja bukan orang yang mendapati udzur. Wallahu a’lam.
Komisi Fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ pernah ditanya sebagai berikut.
Pertanyaan pertama: Ada seseorang mengerjakan shalat shubuh setelah matahari terbit dan ini sudah jadi kebiasaannya setiap paginya dan hal ini sudah berlangsung selama dua tahun. Dia mengaku bahwa tidur telah mengalahkannya karena dia sering lembur. Dia mengisi waktu malamnya dengan menikmati hiburan-hiburan. Apakah sah shalat yang dilakukan oleh orang semacam ini?
Pertanyaan kedua: Apakah boleh kita bermajelis dan tinggal satu atap dengan orang semacam ini? Kami sudah menasehatinya namun dia tidak menghiraukan.
Jawab: Diharamkan bagi seseorang mengakhirkan shalat sampai ke luar waktunya. Wajib bagi setiap muslim yang telah dibebani syari’at untuk menjaga shalat di waktunya –termasuk shalat shubuh dan shalat yang lainnya-. Dia bisa menjadikan alat-alat pengingat (seperti alarm) untuk membangunkannya (di waktu shubuh).
Kita diharamkan lembur di malam hari untuk menikmati hiburan dan semacam itu. Lembur (begadang) di malam hari telah Allah haramkan bagi kita jika hal ini melalaikan dari mengerjakan shalat shubuh di waktunya atau melalaikan dari shalat shubuh secara jama’ah. Hal ini terlarang karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang begadang setelah waktu Isya’ jika tidak ada manfaat syar’i sama sekali.
(Perlu diketahui pula bahwa) setiap amalan yang dapat menyebabkan kita mengakhirkan shalat dari waktunya, maka amalan tersebut haram untuk dilakukan kecuali jika amalan tersebut dikecualikan oleh syari’at yang mulia ini.
Jika memang keadaan orang yang engkau sebutkan tadi adalah seperti itu, maka nasehatilah dia. Jika dia tidak menghiraukan, tinggalkan dan jauhilah dia.[5]
Pekerjaan Kantor pun Terabaikan
Orang yang sengaja begadang untuk nonton bola kadang juga kurang maksimal dalam mengemban tugas wajib di kantor. Gara-gara bola, ia harus memikul kantuk berat sehingga pekerjaan kantor atau dari atasan kurang maksimal ia kerjakan. Sebaik-baik orang beriman tentu saja selalu menjaga amanat yang dibebankan padanya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu dan tidak perlu engkau membalas dengan mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” (HR. Abu Daud no. 3534, At Tirmidzi no. 1264, Ad Darimi no. 2597, Ahmad 3/414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Mata Bermaksiat dengan Melihat Aurat Orang Lain
Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menundukkan pandangan dari aurat yang haram untuk dipandang. Di antara aurat yang tidak boleh dipandang adalah aurat sesama lelaki. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang laki-laki janganlah melihat aurat laki-laki lainnya. Begitu pula seorang wanita janganlah melihat aurat wanita lainnya.” (HR. Muslim no. 338)
Lalu manakah aurat laki-laki? Perlu diketahui, mayoritas ulama berpendapat bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar hingga lutut. Di antara dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat.” (HR. Ahmad 2/187, Al Baihaqi 2/229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan sanad hadits ini hasan)
Jika sudah paham demikian, maka tentu saja melihat aurat pemain bola di TV yang memakai celana di atas lutut adalah suatu yang terlarang. Renungkanlah!
Waktu Jadi Begitu Sia-sia
Yang satu ini juga sudah pasti, waktu begitu sia-sia dengan menonton bola. Waktu menonton adalah 2×45 menit, ditambah lagi extra time untuk istirahat. Bagaimana lagi jika tontonan ini dilihat hampir sebulan penuh sebagaimana pada piala dunia? Coba bayangkan berapa waktu yang terbuang sia-sia dalam sebulan. Bukankah waktu luang itu adalah nikmat? Nikmat ini pun akan ditanyakan oleh Allah di manakah dimanfaatkan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang nikmat (yang dianugerahkan untukmu).” (QS. At Takatsur: 8). ‘Ikrimah mengatakan bahwa nikmat yang dimaksud dalam ayat ini adalah nikmat sehat dan waktu luang.[6] Ini berarti nikmat waktu luang pun akan ditanyakan di manakah nikmat tersebut dihabiskan.
Dari sini kita dituntut untuk memanfaatkan waktu dalam kebajikan dan bukan dalam hal yang sia-sia, tidak bermanfaat apa-apa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2318, shahih lighoirihi)
Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu hampir sama dengan kematian yaitu sama-sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun sebenarnya membuang-buang waktu masih lebih jelek dari kematian. Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”[7]
Perlu diketahui bahwa begadang tanpa ada kepentingan dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568)
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin melaksanakan shalat malam dan khawatir jika sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah. ‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah memukul orang yang begadang setelah shalat Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian sekarang begadang di awal malam, nanti di akhir malam tertidur lelap?!”[8] Apalagi dengan begadang dapat melalaikan dari kewajiban shalat wajib dan kewajiban pekerjaan di kantor tidak bisa maksimal. Renungkanlah dengan hati yang dalam!
Musuh Allah Jadi Idola
Yang juga penyakit parah yang menimpa para pecandu bola adalah kecintaan pada non muslim yang merupakan musuh Allah. Cobalah dilihat, manakah yang dibela ketika di antara dua klub atau negara yang bertanding, apakah yang didukung agamanya? Tidak sama sekali, yang didukung bukanlah agama. Pokoknya siapa yang lebih mahir dan lebih cantik dalam bermain itulah yang didukung. Walaupun itu musuh Allah sekalipun, itulah yang didukung, bahkan itulah yang jadi idola. Jika non muslim-lah yang dibela dan jadi idola, maka agamanya lama kelamaan pun bisa turut dibela. Padahal Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al Mujadilah: 22).
Tidakkah kita renungkan bahwa seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang ia cintai dan yang dijadikan idola. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada hari kiamat nanti.”[9] Bagaimana jika yang dicintai dan diidolakan adalah pemain bola dan itu non muslim?! Semoga bisa jadi renungan! Cintailah para Nabi, para sahabat dan orang sholih, maka engkau akan bahagia berkumpul bersama mereka.
Ini hanyalah nasehat bagi siapa yang mau menerimanya. Tentunya yang kami inginkan hanyalah kebaikan bagi saudara-saudara kami. Karena kaum muslimin satu dan lainnya punya kewajiban untuk saling menasehati. “Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah” (QS. Hud: 88). [Muhammad Abduh Tuasikal]
_____________
[1] Dikeluarkan oleh Malik. Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad Daruquthniy dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini shohih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. 209.
[2] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, Muhammad Nashiruddin Al Albani, hal. 52, Girosu linnasyr wat Tawji’.
[3] Ash Sholah wa Hukmu Taarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7,Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.
[4] Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 7/617, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
[5] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, no. 8371, 69/90. Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayan dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota.
[6] Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 9/222, Al Maktab Al Islami.
[7] Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, hal. 33, Darul ‘Aqidah.
[8] Syarh Al Bukhari, Ibnu Baththol, 3/278, Asy Syamilah.
[9] HR. Thobroni dalam Ash Shogir dan Al Awsath. Perowinya adalah perowi yang shahih kecuali Muhammad bin Maimun Al Khiyath, namun ia ditsiqohkan. Lihat Majma’ Az Zawaid no. 18021.

0 komentar:

Blogger templates