Dzikir cinta dalam pacaran islami

0 Comments


Hati kita adalah “benda hidup” yang tak terlihat oleh mata. Karenanya, menjaga hati tidaklah semudah menjaga sepeda motor di tempat parkir supaya tidak hilang atau menjaga anak-anak supaya mereka bermain dengan aman. Baik di luar maupun di dalam pacaran, menjaga hati itu membutuhkan penanganan yang lebih cermat daripada penjagaan terhadap suporter dalam pertandingan sepakbola. Betapapun sulitnya mengendalikan anak nakal atau suporter yang rusuh, mengendalikan hati itu masih lebih sulit.
Untuk contoh, mari kita simak sepotong curhat dari seorang pemuda:
Kadang kala dalam sholat ingat si dia bukan ingat Allah. Pas ada sms dari dia bersamaan dengan adzan, lebih memilih untuk balas sms dulu ketimbang menjawab adzan dan mensegerakan diri ke mesjid. Apalagi pas makan bareng sama dia, terus adzan berkumandang, lebih memilih meneruskan makan daripada pergi ke mesjid. Dalam sehari, mungkin entah berapa ratus kali aku menyebut namanya, sedangkan menyebut nama Allah dan Rasulnya, mungkin lebih sedikit dari itu.
Nah, mengingat-ingat si dia tampaknya lebih mudah daripada berdzikir kepada-Nya. Bagaimana cara menjaga hati dalam keadaan seperti itu?
Konkretkan dan Pilih Sendiri!
Memang, mengingat Allah itu lebih sulit daripada mengingat si dia. Mengapa? Sebab, si dia itu konkret, sosoknya dapat kita bayangkan dengan gamblang di benak kita. Sedangkan Allah itu “abstrak” (Mahagaib), sosok-Nya tak terbayangkan oleh akal kita.
Untuk mengatasinya, Allah sendiri telah menyediakan kemudahan bagi kita. Kalau kita belum mampu senantiasa ingat akan Allah, maka kita dapat ingat sifat (atau salah satu asma) Allah setiap saat! Kita diberi keleluasaan untuk memilih sendiri sifat-Nya yang hendak kita ingat-ingat. Dia berfirman, “Serulah Allāh atau serulah Ar-Rahmān. Dengan nama yang mana pun kamu berseru, Dia mempunyai nama-nama yang baik.” (QS al-Isrā’ [17]: 110)
Asma’-asma’ itu lebih konkret (bermakna sifat-Nya). Misalnya: ar-Rahim (Penyayang), al-’Alim (Yang Mahatahu). Karena lebih konkret, maka itu lebih mudah kita ingat dan lebih mudah kita tancapkan dalam hati daripada istilah Allah itu sendiri yang “abstrak”. Apalagi bila kita memilih sendiri asma’ Allah sebagai lafal dzikir kita. Pilihan sendiri biasanya lebih ringan untuk diamalkan. Atas dasar itu, kita bisa memilih salah satu dari 99 asma’ul husna untuk mengingat Allah. Dengan cara begini, kita dapat mengingat Allah setiap saat!
Di sini, mungkin Anda bertanya-tanya: Bagaimana mungkin kita bisa ingat akan sifat Allah setiap saat? Bila hati kita sedang “dipenuhi” oleh pikiran atau perasaan mengenai si dia, bagaimana mungkin kita bisa ingat Allah di setiap detik?
Biarkan Otak Mengkoordinasikannya Secara Alamiah!
Memang, bisa saja hati kita “dipenuhi” oleh pikiran tentang sesuatu yang bukan Allah, misalnya: si dia. Namun, itu terjadi hanya jika kita memperlakukan sikap “ingat sifat Allah” sebagai kegiatan tersendiri yang tak bisa dikoordinasikan dengan aktivitas lain. Padahal, jika kita beri kesempatan kepada otak kita untuk mengkoordinasikannya sesuai dengan kemampuan alamiahnya, maka aktivitas mengingat si dia dan mengingat sifat Allah itu dapat berlangsung secara “bersamaan”.
Sebabnya, proses pikiran di otak kita berlangsung dengan amat sangat cepat, bahkan lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Hanya dalam hitungan sepersekian detik saja, pikiran bisa berpindah silih berganti. Berbagai aktivitas sekaligus dikoordinasi oleh otak secara bergantian, namun dengan kecepatan yang luar biasa, sehingga bisa berlangsung “setiap saat”. Dalam terminologi psikologi, inilah yang sering kita kenali sebagai kemampuan “bawah sadar”.
Sekarang, bagaimana supaya kemampuan alamiah tersebut senantiasa muncul, sehingga kita senantiasa ingat sifat Allah, termasuk ketika ingat si dia?
Sering-seringlah ucapkan salah satu dari asma’ul husna itu (terutama dalam hati)!
Pengucapan dalam hati itu akan lebih efektif bila kita sudah sering mengucapkan asma’ tersebut (misalnya ar-Rahim atau al-’Alim atau lainnya yang kita pilih sendiri) dengan lisan dan/atau menuliskannya. Inilah rahasianya mengapa para sufi mampu ingat Allah setiap saat. Mereka sering mengucap asma’-Nya dengan lisan dalam zikir mereka (sampai ribuan kali per hari), dan lebih sering lagi mereka mengucapkannya dalam hati (sampai tak terhitung).
Kita pun dapat sukses mengingat sifat Allah seperti para sufi itu dengan mengikuti metode zikir mereka. Ketika keadaan memungkinkan, hendaknya kita sering-sering mengucap dengan lisan “kata sandi” kita (yaitu asma’ pilihan kita). Bila tidak memungkinkan, dalam hatilah hendaknya kita mengucap kata sandi tersebut sesering mungkin. (Tidak harus secara terus-menerus kita mengucapkannya.)
Ketika berdzikir itu, kita bahkan tidak harus memikirkan makna asma’ yang kita lafalkan, apa implikasinya, dan segala pikiran lain yang berkaitan dengannya. Hanya ucapkan saja! Biarlah otak (bawah-sadar) kita mengkoordinasikannya secara alamiah tanpa kita perintahkan. Hasilnya, bahkan tanpa kita sadari, kita menjadi mengingat sifat Allah setiap saat!
Nah, selamat berdzikir!

Unknown

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar:

Blogger templates